ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

KULIAH LAPANGAN DI GUNUNG HALIMUN, TAK SEKEDAR KULIAH LAPANGAN!

Jumat 11 2020

Prolog

Tulisan ini sengaja saya buat untuk mengenang masa-masa kuliah bersama teman-teman saya dulu. Saya berusaha mengingat kejadian-kejadian yang pernah saya alami saat itu. Meskipun mungkin tidak semua bisa saya ingat secara detil, karena kejadian ini sudah berlalu begitu lama sekitar tujuh tahun lalu. Tulisan ini murni berdasarkan ingatan dan pengalaman yang pernah saya alami saat itu, dan ini dari sudut pandang saya pribadi. Jadi tidak menutup kemungkinan ada perbedaan sudut pandang dengan teman saya yang lainnya.

Dokumentasi saat berada di sana juga sudah tidak ada, karena laptop saya hilang setelah lulus dari perkuliahan. Bukan hanya dokumentasi di Gunung Halimun, semua dokumentasi selama kuliah raib. Tapi saya sampaikan terima kasih kepada salah satu teman saya yang telah berkenan mengirimkan kembali dokumentasi ini, meskipun hanya beberapa saja, itu sangat membantu untuk mengingat dan menuliskannya kembali di sini.

Saya juga mohon izin ada beberapa nama yang terpaksa saya sebut, meskipun ada juga yang saya samarkan. Tadinya saya berpikir lebih baik diganti semuanya, tapi feelnya ternyata kurang dapet. Oke langsung saja kita mulai kisahnya, selamat membaca.

***

Persiapan

Kuliah lapangan di gunung Halimun ini merupakan praktikum dari mata kuliah Botani, baik Phanerogamae maupun Cryptogamae, tapi sebetulnya banyak mata kuliah lain yang bisa terhandle oleh kuliah lapangan ini, tidak terbatas pada dua mata kuliah yang tadi. Pokoknya kuliah lapangn ini akan terasa Biologi banget lah, karena kita terjun langsung ke lapangan. Selain itu, ini juga kuliah lapangan terakhir bagi angkatan kami, jadi harus benar-benar dinikmati dan dimaksimalkan.

Sebelum memutuskan memilih Gunung Halimun sebagai tempat utama kuliah lapangan, sebetulnya ada beberapa opsi saat itu yang muncul. Saya tidak ingat secara pasti opsi lain selain gunung halimun tadi, saya hanya ikut keputusan bersama saja, tidak terlibat secara langsung dalam pemilihan lokasi. Pemilihannya pun berdasarkan arahan dari dosen yang lebih tahu dan berpengalaman dalam hal ini. Sampai akhirnya Gunung Halimun lah yang akan kami tuju saat kuliah lapangan nanti.

Setelah panitia terbentuk dan beberapa kali mengadakan rapat persiapan, termasuk pembagian kelompok, baik kelompok piket maupun kelompok untuk di lapangan nanti, tanggal dan kapan kami berangkat, akhirnya sampailah pada hari H pemberangkatan. Untuk kuliah lapangan ini persipannya memang harus benar-benar matang, karena dalam waktu tiga hari dua malam, kami akan berada di tengah hutan Gunung Halimun yang jauh dari sana sini. Jadi persiapan logistik, serta obat-obatan, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat sakit tertentu harus benar-benar diperhatikan sedetil mungkin. 

Oiya, beberapa bulan sebelumnya, ada tragedi jatuhnya pesawat Shukoi di Gunung Salak. Gunung tersebut jaraknya tidak jauh dari Gunung Halimun dan Gunung Gede Pangrango. Bahkan ketiga gunung itu dijuluki sebagai daerah segitiga bermudanya Indonesia. Karena selain memiliki riwayat banyak terjadi kecelakaan, juga banyak cerita mistis yang berkaitan dengan tempat-tempat tersebut. Salah satu teman saya sempat memposting informasi mengenai misteri ketiga gunung tersebut di salah satu grup sosial media, tapi ya bismillah saja. Kami yakin selama persiapan dan perhitungan yang matang, serta perilaku yang baik, maka hasilnya pun akan baik dan sesuai rencana.

Memasuki hari H permberangkatan, kami diharuskan berkumpul di kostan teman yang lokasinya dekat dengan kampus dan mengumpulkan barang-barang perlengkapan di sana. Bagi yang kostannya jauh disuruh ikut stand by di sana supaya tidak menyusahkan saat pemberangkatan. Karena tempat tinggal saya juga kebetulan lumayan jauh, jadi saya memilih stand by di kostan A Hamdan. Kostannya terkenal dengan sebutan An-nur

Kostan itu memang sering dijadikan sebagai tempat berkumpul saat ada tugas kelompok di hari-hari perkuliahan biasanya. Legend banget lah bagi kami, selain itu ada juga kostan KW3. Ini mungkin jadi salah satu tempat berkumpulnya mahasiswi yang jaraknya jauh, kotsan ini juga tak kalah legend dari kotsan A Hamdan, lokasinya dekat sekali dengan kampus, semua penghuninya perempuan, tapi berhubung laki-laki adalah minoritas di prodi biologi, jadi mau tidak mau kalau ada tugas kelompok, kita sebagai laki-laki harus taat pada aturan perempuan, dan ikut mengerjakan tugas di tempat mereka, di sana ada gazebonya, jadi kita mengerjakan tugas kelompoknya di sana, “betah” deh pokoknya, hehe.

Balik lagi ke hari H pemberangkatan. Pada selasa malam sekitar jam sepuluh, kami sudah bergerak mengangkut barang-barang dari kostan menuju bis yang telah dipersiapkan. Kalau tidak salah bis dan sopirnya dari kampus kami sendiri. Beberapa teman juga sudah mulai berkumpul di tempat yang telah ditentukan, ya kecuali yang biasa telat datang, dia selalu belakangan, demi melestarikan budaya telatnya. Semuanya sibuk mengangkut dan mengecek ulang barang-barang bawaan supaya tidak ada yang ketinggalan.

Oh iya, sebetulnya kami itu dibagi menjadi  dua kloter. Kloter pertama yaitu kelas Biologi B yang sudah berada di lokasi sejak tiga hari yang lalu. Jadi saat nanti kami sampai di sana, kelas B akan pulang dengan bis yang kami tumpangi sekarang. Selanjutnya giliran kami kelas Biologi A yang berada di sana, gantian.

***

Perjalanan

Setelah dirasa persiapan sudah selesai dan tidak ada barang dan orang yang tertinggal, maka dengan mengucap basmilah kami berangkat menuju ke Gunung Halimun. Dan tak lupa kami juga berdoa memohon keselamatan selama kita berada di sana dan setelahnya.

Karena kami berangkat pada malam hari dari Bandung, perjalanan dipastikan lebih lancar dibandingkan biasanya, setidaknya jalanan jauh lebih lengang. Memasuki jalan tol laju bis semakin kencang, dan kami menikmati perjalanan di malam itu. Suasananya juga makin lama makin terasa dingin, sehingga di dalam bis sebagian dari kami lebih memilih tidur, karena memang makin lama makin larut juga. Selain itu, kami juga harus mempersiapkan diri untuk esok hari supaya lebih fit dan siap dalam melanjutkan perjalan yang masih panjang.

Tadi saya sebutkan sebagian memilih tidur, berarti ada sebagian lagi yang tidak, nah yang sebagian ini lebih memilih meramaikan smoking area di belakang (ada smoking area ga sih? Lupa saya) khususnya bagi kaum Adam. Di sana tempat berkumpulnya geng Himalau (Himpunan Mahasiswa Galau) yang di motori oleh Kang Ibnu, Bang Zek, dan Pak Alex, serta ditemani yang lainnya. Mereka memilih berbincang dengan suara lantang, dan sesekali bernyanyi, tidak ada yang bener sih nyanyinya apalagi merdu, jauh! 

Setelah yang sebagian tadi tertidur, di antara mereka justru ada yang mencari kesempatan untuk mendapatkan dokumentasi ekspresi orang-orang yang sedang tertidur dengan kamera yang mereka bawa. Saat itu handphone android belum semeriah sekarang, kebanyakan masih menggunakan kamera Nokiem dan Bluebarry, kameranya juga masih pas-pasan, paling menggunakan kamera digital tapi ada juga yang bawa kamera DSLR, jadi cukuplah untuk mengabadikan pose-pose orang yang sedang tidur saat itu. 

Sebetulnya saya juga agak sulit untuk tidur di awal-awal karena selain lebih memilih menikmati perjalanan, juga seru mendengarkan nyanyian dan celotehan kawan-kawan saya yang di belakang tadi. Namun lama-kelamaan, karena makin larut, akhirnya saya tidur juga, itupun tidak lama sepertinya. Kira-kira setelah memasuki daerah Sukabumi saja.

Setelah melewati perjalanan yang alhamdulillah lancar, akhirnya kami sampai juga di lokasi transit sementara, yaitu di kantor dinas kehutanan (saya ragu apakah dinas kehutanan atau pertanian, yang jelas kantor pemerintahan). Kira-kira kami sampai jam empat pagi menjelang subuh. Areanya luas dan lumayan lengkap. Suhu di sana terasa sangat dingin, jaket yang kami gunakan pun terasa masih kurang.

Beberapa teman nampaknya ada yang masih ngantuk setelah mereka menurunkan barang-barang, bahkan mungkin ada yang tidur lagi sampai adzan shubuh berkumandang. Setelah adzan shubuh, kami berwudlu dengan air yang sangat dingin, dinginnya seperti air dari lemari es. Tapi di sisi lain air tersebut bisa membuat kantuk jadi hilang, setidaknya untuk sementara. Setelah shalat shubuh berjamaah kami beristirahat lagi, ada yang minum kopi, makan roti, dan tentu saja ada yang tidur kembali.

Kira-kira jam 8.00 atau 9.00 pagi, dan kami merasa sudah cukup untuk istirahat sementara, tiba-tiba datanglah truk yang akan menghantarkan kami ke lokasi utama. Jumlah truknya ada dua, masing-masing untuk laki-laki dan perempuan. Kami kembali mulai berkemas dan mengangkut barang-barang ke atas truk. Setelah semua beres, baru kami berangkat lagi menuju ke tempat utama.

Jalanan ke sana saat itu memang luar biasa. Kami memasuki jalanan yang tidak begitu besar dan belum di aspal, atau mungkin aspalnya sudah rusak dan hanya ditutupi oleh bebatuan. Sesekali truk yang kami tumpangi harus berjalan miring akibat jalan yang bergelombang, kadang-kadang menanjak atau menurun, menggilas batu-batu besar yang licin dan juga jalan berlubang yang digenangi oleh air. Sepanjang perjalanan pokoknya kita banyak goyang-goyang, lebih pas sepertinya kalau diiringi musik dangdut.

Meski demikian, sepanjang perjalanan mata kami dimanjakan dengan suasana pedesaan yang hijau, kami bisa melihat aliran sungai, hamparan sawah dan juga kebun. Selanjutnya kami juga mulai memasuki ke dalam hutan belantara. Di sana banyak sekali pohon yang besar-besar. Selain itu banyak juga tumbuhan yang tangkai atau daunnya menjuntai ke jalanan, sehingga sesekali kami yang berada di atas truk harus menundukkan kepala supaya kepala tidak nyangkut. Kalau sampai nyangkut, horor lah ceritanya. Tetap waspada!

Meskipun kondisi jalan terbilang ekstrem, tapi kami sangat menikmati perjalanan itu, keseruan justru muncul akibat kondisi jalanan yang seperti tadi. Truk kelompok laki-laki berada di belakang, sehingga kami bisa menyaksikan dan mentertawakan rombongan perempuan yang sepanjang jalan di atas truk tak bisa diam, bahkan sesekali teriak histeris, tapi bukan teriak “Oppa-oppaan” sama artis korea ya, ini karena kondisi jalanan yang begitu ekstrem.  Begitu pun dengan rombongan laki-laki.

Perlu kalian ketahui, menurut dosen dan juga guide di sana. Jika kami sedang “beruntung” melewati jalan itu, khususnya jika  sudah memasuki hutan belantara, jangan heran jika tiba-tiba mobil kami ada yang nyegat. Yang nyegatnya juga bukan sembarangan, bisa seekor kera, babi hutan atau bahkan seekor harimau. Malah kalau harimau biasanya suka sengaja berhenti terlebih dahulu di depan mobil, karena ingin merasakan hangatnya lampu dari kendaraan. Jadi sepanjang jalan, meskipun kami penuh dengan keseruan, ya deg-degan juga. Gak kebayang kalau perjalanan itu dilakukan pada malam hari dan tiba-tiba ada yang nyegat. Bisa-bisa badan letoy tak berdaya.

Setelah menempuh perjalanan ekstrem dengan truk selama kurang lebih dua atau tiga jam, akhirnya kami sampai juga di lokasi utama. Setibanya di sana kami disambut oleh kelas Biologi B yang sudah tiga hari dua malam berada di sana. Mereka sudah berkemas untuk bertukar nasib, eh tukar posisi maksudnya. Mereka akan pulang menaiki truk yang menghantarkan kami, sedangkan kami akan berada di sana selama tiga hari ke depan.

Beberapa teman dari kelas B banyak bercerita kepada kami tentang kondisi di sana, ada yang bilang cape, ada juga yang bilang ingin segera pulang, tapi paling banyak memang mengatakan seru. Yang pasti mereka juga sudah sangat lelah dan ingin istirahat di rumah, eh di kostan lebih tepatnya.

Dan wow! Guest housenya keren, di tengah hutan padahal, jumlahnya ada dua bangunan, tapi terhubung satu sama lain, seperti vila-vila gitu. Bangunannya terbuat dari kayu, termasuk dinding dan juga lantainya, tetapi dengan gaya modern. Dilengkapi pelataran yang asri dan rapi. Konon bangunan tersebut dibangun hasil kerjasam dengan pihak Jepang, bikin betah pokoknya. Nantinya tempat itu akan dijadikan base camp kami selama berada di sana.

Di bangunan yang pertama, tepatnya yang di depan, ditempati oleh guide dan juga dosen. Sedangkan kami menempati bangunan yang kedua. Di bangunan yang kedua ini, terdapat beberapa kamar, ruang tengah yang luas, dapur yang memadai, teras depan yang cocok untuk nogkrong, dan di bagian belakang ada sebuah tempat khusus yang akan dijadikan sebagai tempat pertemuan dan shalat berjamaah. Di bawahnya ada kolam ikan, ikannya banyak dan gede-gede. Kamar mandi juga sangat memadai dan lebih dari satu, airnya dingin serta melimpah. Selain itu kami juga bisa mandi di sungai jika mau, airnya jernih tapi jaraknya agak jauh.

Setelah merapikan barang bawaan, kami istirahat lagi sejenak. Kami menempati kamar tadi, tapi ya harus diisi oleh banyak orang, dan tentu saja laki-laki dan peremuannya di pisah. Kami tiduran sejenak untuk melepas lelah dan pegal selama perjalanan tadi. Selanjutnya nanti kami akan bersiap-siap lagi.

***

Hari Pertama

Meski merasa belum cukup istirahat, setelah makan seadanya dan juga salat dzuhur yang dijamak dengan ashar, karena kami akan menempuh perjalanan jauh lagi, kami bersiap-siap untuk melaksanakan tugas pertama ke lapangan. Saya penasaran kami akan dibawa kemana oleh guide yang sudah siap sedia menemani kami selama berada di sana. Saya lupa nama dan jumlah guide yang saat itu menemani kami selama berada di sana. Ada tiga atau empat orang kalau tidak salah. Dosen ada dua, tapi ditemani oleh beberapa kawannya waktu masih kuliah dulu. Jadi lumayan banyak dan seru.

Kami berkumpul di lapangan sesuai kelompok yang sudah ditentukan sejak sebelum pemberangkatan, tidak lupa pemanasan dan berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan tugas pertama. Dosen dan guide juga memberikan gambaran apa saja yang harus dilakukan pada tugas pertama di lapangan kali ini.

Yang kami bawa saat itu (seingat saya) alat ukur, jas hujan, dan juga alat tulis. Tak lupa bawa kamera untuk dokumentasi, makanan juga jangan sampai ketinggalan. Di sana kami bisa merasakan hutan hujan tropis yang sesungguhnya. Hujan bisa datang kapanpun, tanpa bisa kami tebak. Jangan tanya kondisi jalanan di sana, licin banget lah! Selain itu, kabut selalu menyelimuti hampir sepanjang waktu. Mungkin itulah alasannya kenapa gunung itu disebut Gunung Halimun, kata halimun berasal dari bahasa sunda yang artinya kabut.

Di hari pertama ke lapangan, kami banyak sekali mendapat pengalaman. Kami juga diberi informasi bahwa tempat itu juga sering dijadikan sebagai tempat penelitian oleh orang-orang yang berasal luar negeri. Penelitiannya pun bisa bertahun-tahun. Terakhir katanya ada orang Korea yang mengamati perilaku kera di sana. Hebat ya? Hanya meneliti perilaku kera, jauh-jauh datang ke Indonesia, lama lagi penelitiannya. Orang Indonesianya sendiri apa kabar? Banyak kah yang melakukan penelitian? Wallahu a’lam.

Di tugas pertama itu, kami menyusuri jalan setapak diiringi gerimis tipis, kami juga dilengkapi jas hujan supaya badan tidak terlalu basah. Sesekali kami juga harus menyebrangi sungai-sungai kecil yang ada di sana. Beberapa peserta termasuk dari kelompok saya mulai banyak yang terpeleset dan berjatuhan karena medan yang begitu licin. Yang paling sering terjatuh atau terpeleset sih perempuan. Sampai-sampai bajunya kotor oleh tanah yang basah.

Setelah menyusuri hutan belantara, kami memasuki suatu tempat, semacam lembah gitu tapi ada sawah yang dilengkapi beberap saung (gubuk). Di sana kami botram alias makan bersama dengan bekal yang sudah disiapkan, bagi saya ini sih momen yang paling penting, yaitu makan. Saya lupa, makanan yang kami bawa itu sebenarnya disiapkan oleh kelas B atau yang piket langsung masak sebelum berangkat? Gak inget saya, ingetnya makan saja. 

Setelah selesai makan kami memasuki sebuah perkampungan. Kaget dong, saya kira di sana tidak ada perkampungan, ternyata ada, tidak tahu aksesnya seperti apa, dan memang masyarakatnya masih memegang tradisi zaman dulu. Saat melewati warga di sana kami harus mengucapkan kata “rampes”. Saya juga lupa jawaban mereka seperti apa.

Setelah itu kami melewati perkebunan teh yang sangat luas. Di sana kami bisa mengamati perilaku elang jawa yang keberadaannya semakin terancam. Saat elang terbang biasanya mengeluarkan bunyi yang khas, sampai-sampai dari kejauhan pun sudah terdengar suaranya. Bagusnya sih dilengkapi teropong, supaya lebih jelas mengamatinya, tapi saat itu tidak ada yang bawa. Jadi hanya mengamati dengan mata telanjang saja.

Setelah tugas selesai dan kami merasa puas dengan perjalanan di hari pertama, akhirnya kami bergegas kembali menuju ke base camp tempat istirahat. Sampai di base camp kurang lebih hampir menjelang magrib, kami membersihkan badan dan istirahat. Sebagian ada yang memilih berdiam di kamar, terutama mereka perempuan karena kelelahan. Yang bertugas masak sudah sibuk dengan tugasnya di dapur. Sedangkan yang laki-laki lebih memilih bercengkrama dan bernyanyi-nyanyi di teras depan. Nyanyi seadnyanya dengan bermodalkan gitar (bawa gitar ga ya? Lupa). 

Kami juga punya vokalis band terkenal saat itu, yaitu Fikri “lurrr” Armada. Namanya Fikri, asli Sukabumi, tapi stylenya mirip dengan vokalis Band Armada saat itu. Kualitas suaranya beda-beda (tidak) tipis lah dengan vokalis aslinya, tapi tak apa yang penting kita nyanyi.

***

Malam Hari

Setelah adzan magrib kami salat berjamaah, dan dilanjutkan dengan tausyiah oleh salah seorang teman saya, saya tidak usah sebut namanya ya, bakal sedih soalnya, beliau saat ini sudah berada di syurga-Nya. Selain itu ada juga pemaparan materi dan evaluasi yang disampaikan oleh dosen pembimbing. Tapi saya tidak bisa mengingat secara detil acara malam pertama itu. Malam pertama nginep ya, bukan malam pertama yang lain. Mungkin harus ditanyakan pada orang yang kuat ingatannya.

Penerangan di sana seadanya saja, listrik ada, entah dari mana sumber energinya tapi tidak terlalu terang dan sangat terbatas. Kami kebanyakan menggunakan senter atau lilin yang telah disediakan sejak awal. Sisanya kami gelap-gelapan khususnya di area luar.

Malam yang dingin menjadi teman kami saat itu. Kami bisa merasakan suasana malam di tengah hutan belantara, jauh dari keramaian dan hingar bingar perkotaan. Tak ada suara kendaraan, tak ada suara penjual mie tektek atau penjual bakso cuanki seperti yang biasa ditemukan di kota Bandung. Yang ada hanya suara katak, jangkrik, dan suara hewan-hewan lainnya yang aktif pada malam hari. Bagi saya, suasana seperti itu seolah menghantarkan jiwa menuju kedamaian dan ketenangan. Rasa lelah pun hilang, atau terbayarkan oleh kedamaian jiwa yang saya dapatkan.  

Tapi menurut cerita, adakalanya di malam hari seperti itu, hewan buas “singgah” ke tempat kami, baik itu babi hutan maupaun harimau. Tapi alhamdulillah, setahu saya, malam itu tidak  dikunjungi tamu yang tidak mungkin kami undang itu. Atau karena tidurnya lelap saja ya? Rasanya tidak ada.

Malam itu kami semua sepertinya tertidur lelap, mungkin karena kelelahan setelah menempuh perjalanan yang begitu “menakjubkan” dan langsung melakukan aktifitas setelahnya. Kondisi tidur pun seadanya dengan selimut bawaan masing-masing. Kamar yang tersedia sepertinya tidak begitu mampu menampung jumlah kami yang berlebih, terutama yang badannya juga berlebih. Jadi selain di kamar ada juga yang memilih tidur  di ruang tengah yang luas.

Yang piket malam itu harus bangun lebih pagi, karena persiapan untuk menyediakan makan untuk esok hari. Jadi meskipun kelelahan tapi ya harus tetap dikerjakan, karena sudah jadi kewajiban, dan mereka juga bisa bekerja dengan baik, buktinya pagi-pagi kami sudah bisa makan dengan enak.

***

Hari Kedua

Pagi-pagi kami bersiap kembali ke lapangan, menjelajahi hutan belantara lagi dipandu oleh guide. Rencananya kami akan melakukan perjalanan ke arah puncak andam. Yang saya ingat tugas kami saat itu adalah menghitung kerapatan, sisanya saya tidak ingat, wkwk (mahasiswa macam apa saya ini). Kami bergerak sesuai kelompok dilengkapi dengan perlengkapan yang dibutuhkan.

Seperti biasa, jalanan licin dan menanjak, jadi harus ekstra hati-hati. Untuk menaiki puncak, kami harus sering berpegangan, pegangan pada tanaman ya, bukan tangan, apalagi sama tangan a Hamdan, amit-amit lah. Di tanjakan yang curam kami memasang tambang untuk untuk memudahkan. Tapi tetap saja tak mampu menghindari kami dari terpeleset dan berjatuhan.

Kelompok saya sempat menemukan jejak harimau di perjalanan. Dan menurut guide, jejak itu belum lama, mungkin tadi malam katanya. Anjay! Kok merinding ya, mendengar ucapan guide tadi, kami saling menatap dan bengong, entah apa yang harus kami lakukan seandainya ni ya harimau itu ternyata masih nongkrong dan ngopi-ngopi di sekitar sana, kemudian harimau itu juga berkata “masih gue pantau” sambil nyeruput kopi, wkwk. Tetapi guide juga bilang dan memastikan bahwa kami akan aman. Syukurlah pak! Bukan sekedar menghibur kan pak?!

Ada suatu momen yang bikin geli, ketawa, dan juga emosi. Saat saya beriringan dengan teman-teman menaiki tebing sambil pegangan pada seutas tambang yang telah terpasang, entah berapa derajat tebing itu tingkat kemiringannya, curam banget pokoknya. Di Saat kami berjuang melawan jalanan yang licin dan napas kami mulai terengah-engah, eh tiba-tiba salah satu teman saya yang ada di depan saya, dan pantatnya tepat di depan muka saya, tiba-tiba dia mengeluarkan “gas beracun” dengan suara nyaring. Yang mendengar otomatis tertawa sambil menutup hidung sekaligus kesal. Sedangkan dia sebagai tersangka, hanya membalikan wajah ke belakang dengan tertawa garing, udah aja tanpa kata. Sungguh tidak lucu pak Gin! Perasaan saya dan yang lainnya saat itu, ingin rasanya melemparkan dia ke jurang yang ada hewan buasnya, haha. Bercanda lah.

Setelah beberapa lama menempuh perjalanan yang menanjak dan berliku, kami akhirnya sampai di bukit andam. Di sana kebanyakan ditumbuhi oleh tanaman paku andam. Selain itu kami juga menemukan banyak tanaman kantung semar. Kami diperbolehkan untuk mengabadikannya tapi sangat dilarang jika menggangunya.

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke atas puncak lagi, di sana kami membuka bekal masing-masing dan makan-makan. Tapi tetap kami juga harus selalu menjaga kebersihan, jangan sampai meninggalkan sampah di sana, terutama sampah plastik.

Sebetulnya perjalanan masih bisa dilanjutkan, entah sampai mana lagi, yang jelas katanya bisa melihat hamparan laut selatan yang luas. Tapi, berhubung banyak yang sudah nyerah, akhirnya kami memutuskan untuk turun kembali. Ya demi keselamatan juga. Coba kalau ada apa-apa dengan Kang Asep atau Bang Zek misalnya, mereka kan badannya gede-gede, siapa yang mau menggendongnya, paling juga digulingkan saja biar cepat sampai.

Saat kami turun, jalanan tetap saja licin, padahal kami sudah menggunakan alat bantu baik tongkat dari ranting pohon, maupun menggunakan tambang yang ditalikan. Meski demikian, alat tersebut tak mampu menghindarkan beberapa teman dari terpeleset dan berjatuhan, malah lebih banyak lagi dibandingkan saat naik tadi. Setiap kali ada yang jatuh pasti kami tertawakan atau disoraki dengan puas, meskipun ujung-ujungnya ya ditolong juga. 

Pernah suatu ketika, ada salah satu peserta yang terjatuh, “blug!” suaranya terdengar sangat kencang. Sontak yang mendengar pun langsung tertawa dan sorak tanpa melihat siapa yang terjatuh, tapi di momen itu kami mendadak langsung diam dan menahan tawa, karena ternyata yang jatuh itu adalah dosen kami tercinta. Duh mohon ampun pak!

Sebelum sampai di base camp kami juga menemukan rumah pohon yang dilengkapi jembatan pohon. Jadi  rumah pohon yang satu dengan pohon yang lainnya dihubungkan oleh jembatan pohon atau canopy trail. Tapi sayang saat itu belum diperbaiki, jadi disarankan untuk tidak menaikinya. Meskipun beberapa teman mencoba menaikinya, termasuk saya. Tapi tidak sampai atas, Cuma gaya-gayaan saja untuk berfoto.

Setelah sampai di base camp, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju ke Curug Macan yang jaraknya tidak terlalu jauh, di sana kami langsung turun ke sungai dan menikmti air terjun lalu foto-foto, setelah itu kami juga makan-makan di pinggir sungai yang airnya dingin dan jernih.

Sebetulnya masih ada beberapa tempat yang tidak sempat kami kunjungi, termasuk air terjunnya, hanya Curug Macan saja yang saya kunjungi, tapi tidak tahu ya kalau yang lain. Setelah puas di Curug Macan dan makan-makan lagi, akhirnya kami kembali ke base camp untuk istirahat. Kemudian setelah semua beres, kami juga mengadakan breafing kembali untuk mengevaluasi hasil kulap hari ini.

***

Tukar Kado

Setelah beres salat Isya, kami berkumpul kembali untuk mengadakan acara tukar kado. Sebelum berangkat memang kami diharuskan untuk membuat kado yang harganya jangan lebih dari sepuluh ribu dan dibungkus koran, biar kompak.

Setelah diadakan sambutan dari sana sini, panitia mengumpulkan kado tersebut dan memberi nomor. Setelah itu, disediakan juga kertas yang digulung dan di dalamnya juga sudah diberi nomor. Selanjutnya setiap peserta dipanggil untuk mengambil kertas dan membukanya. Setelah dibuka maka akan diketahui kado nomor berapa yang harus dia ambil.

Awalnya setiap peserta yang mengambil kado langsung dibuka dan diperlihatkan apa saja isinya. Tapi karena durasi, jadi akhirnya dibuka masing-masing tanpa diperlihatkan hadiah apa yang didapatnya. Tapi ada satu momen yang tak bisa dilupakan dalam acara itu, mungkin momen ini akan diingat seumur hidup.

Setelah semua kado dibuka, ada teman saya, namanya tidak usah saya sebutkan dengan jelas, yang pasti dia ini salah satu ikon di kelas kami, orangnya polos. Dengan malu-malu dia memperlihatkan kepada saya sebuah kado yang isinya lain daripada yang lain. Mengetahui akan hal itu, saya langsung memberi tahu yang lainnya, terutama panitia agar dia disuruh berdiri  dan membuka kadonya di hadapan banyak orang, awalnya dia menolak, dan hampir tidak jadi membukanya, tapi karena desakan dari yang lainnya akhirnya terpaksa dia nurut, dengan malu-malu dan senyum garing, secara perlahan dia membukanya, Isinya apa coba? Isinya adalah cang*ut, alias celana dalem segitiga berwarna merah muda untuk perempuan, amboy! Beruntung sekali dia ini haha. 

Tak cukup sampai membuka, teman-teman lainnya juga mendesak agar celana dalam yang berwarna merah muda itu dapat ditunjukkan secara jelas di hadapan banyak orang. Akhirnya berkibarlah celana dalam berbentuk segitiga itu di depan banyak orang, wow pemandangan yang indah pak Gin! Sontak semuanya tertawa terbahak-bahak, begitu pun dengan saya, sampai-sampai meneteskan air mata dan merasakan pegal di pipi. Yang lainnya juga ikut mendokumentasikan kejadian itu. Sungguh, Itu adalah salah satu momen terbaik di malam itu, dan tak akan terlupakan. 

Ada rumor yang beredar, yang membuat kado itu adalah teh Laela, ada juga menyebut teh Ifa, saya tidak tahu pasti, yang jelas saya bisa tertawa dengan puas, dan sangat menghibur. Terima kasih atas hiburannya.

Saya sendiri mendapatkan kado sebuah buku catatan kecil (notebook), covernya berwarna hijau dan ada gambar bambunya, katanya sih dari Maratun. Dan kebetulannya lagi hadiah itu masih ada sampai saat ini (tanggal 22  April 2020) dan sudah penuh dengan catatan. Wah awet dan bermanfaat sekali ternyata. Gak tahu kalau yang tadi dikibarkan, wkwk.

Setelah selesai acara pengibaran celana dalam, eh acara tukar kado maksudnya, beberapa perwakilan diberikan kesempatan untuk memberikan kesan-kesan selama kami berada di sana. Well, itu adalah malam terakhir bagi kami berada di sana, besok kami harus berkemas dan pulang ke “alamnya” masing-masing. Dan jangan lupa juga membuat laporan hasil kuliah lapangannya, dosen di Bandung sudah menanti!

***

Bagian Piket Masak

Pada malam itu saya kebagian piket masak untuk makan pagi sebelum pulang, jadi sudah dipastikan malam itu saya akan gadang dengan teman satu kelompok yang lainnya. Kebayang dong setelah seharian beraktifitas lalu malamnya harus gadang, sungguh ter-la-lu. Menu maskan sebetulnya sudah dipersiapkan jadi tinggal eksekusi saja, cuma porsi yang dimasak jumlahnya bukan sedikit, jadi butuh tenaga ekstra. Selain itu juga tidak boleh gagal, kebayang kalau gagal, pasti didemo sama teman-teman saya.

Yang paling lama sih menanak nasi, sampai-sampai saya tertidur di depan tungku, dan itu memang jadi tugas saya, kalau masak lauk pauk yang lainnya itu bagian perempuan. Saya juga dikasih arahan bagaimana cara memasak nasi dalam jumlah yang banyak biar cepat matang. Lumayan lah nambah ilmu baru di dunia permasakan. Setelah tugas saya beres, saya juga menyempatkan tidur lagi meski sebentar.

***

Harus Pulang

Pagi hari kami harus berkemas, siap-siap untuk pulang, jangan sampai ada barang yang tertinggal. Kami juga pamit dan berterima kasih kepada guide yang telah setia membimbing dan menemani kami selama berada di sana. Semua barang-barang dikumpulkan di satu titk supaya saat nanti truk yang jemput tiba, kami tinggal memindahkannya.

Truk tiba sekitar pukul sembilan pagi, dan setelah semua siap, akhirnya kami pergi meninggalkan Gunung Halimun, rasanya belum lama berada di sana, tapi sekarang harus pergi lagi. Mungkin karena masih betah. Kami pulang dengan rasa lelah, sedih, dan penuh kesan. Bagaimana tidak, ini adalah acara terakhir kami, mengingat kami sudah memasuki semester akhir perkuliahan. Sisanya paling kami akan disibukan dengan tugas akhir masing-masing. Kami tidak akan pernah menemukan momen langka seperti ini lagi. 

Di perjalanan sebetulnya saya berniat untuk tidur, tapi rasanya sangat mustahil bisa tidur di atas truk yang berdesakan dan jalanan yang ekstrem seperti itu. Lebih baik menikamtinya saja dengan bersenda gurau sama yang lain.

Saat di truk, teman saya bernama bang Utep duduk di kepala truk dengan memakai kupluk. Saya mana berani duduk seperti itu. Sebetulnya bukan hanya bang Utep sih yang duduk di sana, ada juga yang lainnya. Seperti halnya saat berangkat, yang berada di depan sesekali harus menundukan kepala supaya tidak tersapu tangkai tumbuhan yang menjuntai ke jalanan tak terkecuali bang Utep tadi. Di momen-momen sebelumnya, dia selalu berhasil menghindar dari sapuan tangkai tumbuhan tersebut, tetapi sebagaimana pepatah lama mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya bisa terjatuh juga. Suatu ketika di depan ada tangkai yang menjuntai, semuanya merunduk, termasuk bang Utep, dan selamat, kecuali kupluk yang dia kenakan. Kupluk kesayangnnya nyangkut dan lepas dari kepalanya. Kemudian dia teriak “woy kupluk gue, nyangkut, lepas, harganya mahal, beli di distro itu, berhenti dulu sambil mukul-mukul mobil”. Melihat tingkah bang Utep, semua tertawa, tapi tak banyak yang bisa dilakukan, karena truk yang kami tumpangi terus melaju. Sabar ya bang, nanti beli lagi aja.

Setelah sampai di pos perhutani (atau pertanian), kami menunggu bis yang jemput, setelah datang kami berangkat menuju Bandung. Di tengah perjalanan semuanya nampak kelelahan dan tidak terlalu banyak tingkah, kecuali bagi pose tidur hunter. Ini jadi momen yang bagus dan pas untuk mengabadikan pose-pose tidur dari kawannya yang lelah itu. Dan cukup berhasil, mereka mendapatkan beberapa gaya temannya yang sedang tidur di dalam bis. Semoga tidak ada foto tidur saya. Katakan amin.

Sekarang kami kembali lagi membandung, dan mulai memikirkan tugas-tugas laporan kuliah lapangan yang harus disusun, dan tentunya numpuk. Kembali lagi ke dunia yang ramai dari kendaraan, penuh polusi dan juga bising. Kami juga berharap, dosen memberikan waktu istirahat kepada kami untuk beberapa hari ke depan, karena kami pasti lelah dan ingin istirahat terlebih dahulu. Meski tetap saja, dalam perjalanan, wajah dosen-dosen tercinta sudah mulai muncul dalam bayangan kami.

Setelah sampai, kami berpencar dan membawa barang kami masing-masing dengan rasa lelah. Ingin sgera istirahat pokoknya. Rasa lelahnya memang terasa sampai beberapa hari, tidak tahu apakah ada yang sakit atau tidak setelahnya, yang jelas hari-hari berikutnya kami harus masuk kuliah lagi dan mengumpulkan laporan kepada dosen, baik tugas individu maupun kelompok, ini tidak kalah berat lagi, tapi tak apa demi mewujudkan cita-cita.

***

Penutup

Itulah sekelumit kisah saya saat menjalani kuliah lapangan di semester akhir perkuliahan. Kalau mengingatnya, momen itu penuh kesan, kesedihan dan juga suka cita. Saya merasa perlu untuk menulis ini agar suatu saat bisa dibaca lagi, dan tidak terlupakan begitu saja. Saya yakin yang lain kini sudah memiliki dunia dan temannya masing-masing. Tapi setidaknya kami juga pernah bersama, di masa yang berbeda.

Ada banyak kuliah lapangan yang saya alami selain ke Gunung Halimun, di awal-awal kami pernah ke Cipatujah, kemudian ke Cibodas Cianjur dan juga Bogor, sisanya di Bandung, baik ke Kebun Binatang dan juga Lembang. Kini apa kabar kalian?

Itu saja yang dapat saya tulis, sekali lagi ini hanya sudut pandang saya. Dan saya juga sudah berusaha mengingaat dengan baik apa yang terjadi pada masa itu, tapi kenyataannya memang agak sulit juga. Apa yang saya tulis di sini mungkin ada yang keliru, dan berharap ada yang mengoreksi dan akan diperbaiki di kemudian hari.

Terima kasih, dan salam rindu.

Salam lestari, salam Biologi, eh lurr.

Bandung, 22-04-2020

Share This :
Kang Din

Admin paling ganteng

6 komentar

  1. Terbaiksssss Pa didin 👌🏻😃
    Terima Kasih banyak...seruuu bacanya dan mengandung virus S3 (senyum-senyum sendiri) 😁🤭

    BalasHapus
  2. Jadi teringatt kembalii ... Membaca rinduu dalam kata kataa...

    BalasHapus
  3. Alhamduliah,, terima kasih pak Didin udah diingatkan masa kulap ini lewat tulisannya, semoga kita semua sehat selalu, sukses & dalam lindungan Allah SWT., Aamiin..Amoeba '10 Aku rindu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa bernostalgia, meski banyak kejadian yang tidak bisa ditulis secara detil..

      Hapus